Belajar dari Ferdian Paleka
Siapa yang tidak tahu dengan Youtube? Platform audio-visual tersebut menjadi salah satu platform yang digunakan oleh banyak orang. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyematkan Youtube sebagai platform media sosial yang paling aktif pada tahun 2018. Konten video yang termuat di dalamnya sangatlah beragam, seperti menu. Kamu bisa menemukan konten bernuansa berat dan serius hingga yang paling “receh” sekalipun, semuanya tergantung selera. Di lain sisi, menjadi pengguna Youtube dengan membuat channel Youtube diyakini dapat menjadi ladang pendapatan yang cukup besar. Akun Youtube bernama MrBeast, dalam salah satu videonya yang berjudul “HOW MUCH MONEY DO YOUTUBERS MAKE?” telah membagikan perhitungan mengenai seberapa banyak uang yang bisa kamu dapatkan ketika menjadi seorang Youtuber.
Baru baru ini, Youtuber bernama Ferdian Paleka mendadak jadi pembahasan di berbagai platform sosial media. Redaksi kata “batu dan makanan sampah” yang dibagikannya dalam kardus dengan alih-alih sembako mengundang reaksi warganet. Entah motif apa yang dia sematkan di balik hal yang telah dia lakukan. Hujatan kemudian memenuhi kolom komentar pada konten yang dibagikannya. Sepertinya hal tersebut menjadi cara yang paling ideal untuk sedikit menyentilnya. Selain itu, beredar pula cuplikan video permintaan maaf yang masih saja sempat dia plesetkan, perbuatan tersebut semakin membuat geram warganet, walau bercanda dan mungkin saja tidak punya korelasi dengan video bagi-bagi sampahnya.
Hujatan-hujatan yang beredar adalah respon warganet yang didasari oleh persepsi moral dan etis. Subjek yang diberi sembako adalah anak–anak dan transpuan, anak-anak adalah klasifikasi kelompok masyarakat yang sering dianggap masih berada pada proses tumbuh dan berkembang, sedangkan transpuan adalah kelompok masyarakat marjinal yang sering mendapatkan perlakuan diksriminatif oleh kelompok masyarakat yang lebih luas. Namun, dalam kasus kali ini tembok diksriminasi dan stigmatisasi yang hadir terhadap para transpuan seketika runtuh. Nilai kemanusiaan kemudian dijunjung setinggi-tingginya. Kondisi sosial dan kesehatan negara Indonesia yang sedang dilanda wabah hingga momentum bulan Ramadan menjadi beberapa faktor yang turut menjadi latar belakang kondisi dari hujatan yang bertebaran,
Ferdian akhirnya dicap berlaku tidak manusiawi. Sepertinya Ferdian Paleka akan belajar banyak dengan labelling tidak manusiawi yang tersematkan pada dirinya. Menurut A Handbook for The Study of Mental Healt, labelling adalah sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut. Namun tidak usah berlama-lama dengan kasus tersebut, di sisi lain Ferdian Paleka telah memberi hal positif bagi kita. Setidaknya dia telah memberi sebuah contoh, agar kita tidak berlaku sama bahkan lebih parah darinya.
Kasus prank Ferdian memberi pelajaran yang berarti, bahwa menjadi penting untuk bijak dalam bersosial media. Menurut Nasrullah (2015:11) media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerjasama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. Kemungkinan untuk saling membagikan konten yang diproduksi dalam media sosial semakin terbuka dengan prinsip konektivitas yang tidak mengenal jarak maupun batasan.
Youtube sebagai salah satu media baru yang merupakan terobosan dari media konvensional, menurut Denis McQuail memiliki ciri utama berupa adanya saling keterhubungan, aksesnya terbuka terhadap khalayakindividu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitas, memiliki kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka, dan sifatnya ada di mana mana. Berdasarkan ciri tersebut, bagi kamu yang juga merupakan pengguna media sosial, baik Youtube maupun media sosial lainnya mungkin saja perlu memperhatikan beberapa hal sederhana, seperti;
- Aktivitas bersosial media secara tepat dan bijak akan mengarahkanmu pada dampak-dampak positif, sifat sosial media yang berbasis pengguna (user) dan tidak mengenal batasan pada koneksi antar user dapat membuka dan menambah jejaring ke kelompok masyarakat ataupun individu yang lebih luas. Namun aktivitas bersosial media yang kurang tepat tentu saja akan mengarahkanmu pada dampakdampak negative, seperti berpotensi menghadirkan konflik, bahkan mencoreng nama baik sendiri.
- Menjadi penting bagi setiap pengguna sosial media untuk mematangkan berbagai konten yang akan diproduksi. Anggapan bahwa konten yang diproduksi di akun sosial mediamu akan mencerminkan kepribadianmu, sifatnya nyata dan khalayak punya kebebasan untuk memberi respon terhadap konten yang telah disajikan. Seringkali konten-konten yang diminati oleh kebanyakan orang dapat meningkatkan popularitas kita sebagai pengguna platform tersebut, tapi konten sekalipun masih memiliki berbagai jenis. Seperti analogi menu pada awal tulisan ini
Dalam berbagai kasus, terdapat beberapa konten yang dapat menarik perhatian khalayak. Tidak jarang, konten yang diproduksi oleh beberapa content creator dapat menginisasi sebuah gerakan kolektif. Gerakan kolektif biasanya hadir karena penularan sosial (social contagion) yang muaranya berada pada kondisi untuk aktif dalam berperilaku secara bersama-sama, termasuk secara daring. Pertimbangan paling mudah dan terpenting agar konten yang kita produksi tidak dinilai menyimpang adalah memperhatikan segala bentuk kebijakan penggunaan platform terkait, beserta norma dan peraturan yang berlaku pada kehidupan sosial terdekatmu.
Komodifikasi dari media sosial hari ini telah dianggap sebagai hal sedang trend dan lumrah, bahkan menjadi salah satu metode pendapatan baru pada zaman modern. Konten yang berasal dari ide dan gagasanmu adalah modal berharga yang dapat dijadikan sebagai sebuah keuntungan tersendiri. Untuk terus menjaga keberlangsungan hidup, kita memerlukan alat tukar untuk mengakses kebutuan lainnya. Iklan, sposor, dan pendapatan-pendapatan lainnya adalah sedikit keuntungan yang bisa didapatkan dari proses komodifikasi. Rating dan viewers yang tinggi jadi salah satu indikator yang dapat mengundang berbagai macam pendapatan tambahan guna merapat pada media-media yang dijalankan. Kalau konten tersebut punya potensi menghasilkan keuntungan yang besar, kenapa tidak dimaksimalkan?
Jadi, normal-normal saja ketika seorang pengguna sosial media menyajikan kontennya secara bebas dan jangan heran ketika konten bernuansa bombastis, clickbait, dan sensasional akan sering kau jumpai pada aktivitas berselancar di dunia mayamu. Beruntung di lain sisi masih ada pengguna yang punya orientasi positif terhadap kontennya.
Sebelumnya, Vice Indonesia juga telah mengunggah artikel bertemakan “YouTuber Ngehe”. Pada artikel tersebut, terdapat ulasan mengenai syarat-syarat pembuatan eksperimen sosial, salah satu konten yang cukup banyak diproduksi oleh para Youtuber. Artikel tersebut pada akhirnya kembali mengajak kita untuk lebih aware terhadap hal-hal yang akan kita lakukan.
Kasus Ferdian Paleka dan YouTuber Ngehe yang diulas oleh Vice Indonesia bisa jadi bahan refleksi bagi kita. Terutama saat menggunakan sosial media. Alih-alih menjadi pragmatis, kita juga dituntut untuk mempertimbangkan berbagai dampak yang turut dimuatnya. Pantas saja upaya-upaya peningkatkan literasi media yang tujuannya juga untuk meningkatkan kesadaran kritis pengguna terkait potensi dampak dari konten yang diproduksi dalam sebuah media sosial menjadi salah satu gerakan yang cukup populer sekarang ini.
Terakhir, bebas berekspresi bukan jadi alasan untuk menjadi sebebas-bebasnya melakukan segalanya. Jadi sebelum ngepost sesuatu, jangan ragu untuk memikirkannya dua kali. Kalau bisa, bahkan berkali-kali.